Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer
yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya
muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air
yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai.
Karbondioksida
adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti:
letusan vulkanik; pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen
dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap
oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis.
Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta
mengambil atom karbonnya.
Menurut VIVAnews : Perubahan iklim yang terjadi di dunia diakibatkan oleh
adanya emisi gas rumah kaca. Khusus untuk Indonesia, alih fungsi hutan dan
manajemen lahan gambut berkontribusi paling besar bagi emisi gas rumah kaca.
Hal itu disampaikan Amanda Katili
Niode, Koordinator Komunikasi, Informasi dan Pendidikan Dewan Nasional
Perubahan Iklim (DNPI) dalam diskusi perubahan iklim, Jumat 18 Oktober 2013.
"Kedua hal itu berkontribusi
paling besar di sini, beda dengan emisi di AS (Amerika Serikat) yang paling
banyak dari industri dan energi," jelas Amanda ditemui di @america,
Pacific Place, Jakarta. Dua jenis penyebab emisi itu diperkirakan menjadi
faktor dominan hingga 2020.
Dia merinci, kontribusi alih hutan
terhadap emisi gas rumah kaca yaitu 48 persen, kemudian diikuti energi (20
persen), pembakaran gambut (13 persen), sampah (11 persen), agrikultur (5
persen), dan industrial (3 persen).
DNPI, menurut Amanda, telah
menetapkan rencana aksi pengurangan emisi gas rumah kaca secara bertahap hingga
2020. Menurut prediksi institusinya, emisi di Indonesia akan meningkat menjadi
2,95 Giga ton CO2e pada 2020 mendatang.
DNPI berupaya mengurangi 0,767 Giga
ton CO2e atau 26 persen dari estimasi total emisi 2020. Selanjutnya, akan
mengurangi emisi 0,422 Giga ton CO2e atau 15 persen total emisi.
"Rencana penurunan emisi ini
menyangkut lintas kementerian. Dan, saat ini sudah kami lihat ada penurunan
emisi," tambah dia.
Ia mengakui koordinasi antar lembaga
pemerintah untuk perubahan iklim perlu digenjot lagi.
"Tapi, saat ini sudah lumayan.
Anda bisa lihat 5 tahun lalu kan belum begitu gencar pembicaraan soal perubahan
iklim," katanya.
Amanda menambahkan, semua pihak bisa
turut berkontribusi mencegah dampak buruk perubahan iklim. Ia mencontohkan, di
Jakarta banyak tumbuh komunitas yang bisa melakukan berbagai hal. Misalnya,
penghijauan di daerah masing-masing.
"Kan tidak semua orang berperan
dalam kebijakan saja. Upaya lain bisa kirim tweet ke Presiden," katanya.
Menurut dia, pemerintah Indonesia sangat peduli untuk menindaklanjuti berbagai
hal yang menyangkut perubahan iklim.
Pada
prinsipnya, Amanda berpesan, penanganan dampak perubahan iklim juga dapat
dilakukan individu maupun komunitas.
No comments:
Post a Comment